Sunday, May 20, 2012

Seberapa pantas (?)


Setiap orang punya kesempatan kedua” adalah suatu frase yang sering kita lihat dan dengar
Seberapa pantaskah seseorang mendapat kesempatan kedua tersebut?


Dimulai dengan kisah nyata seorang pemuda lulusan sekolah menengah atas (SMA) yang akan melanjutkan jenjang pendidikan ke bangku perguruan tinggi (PT). Pemuda tersebut diberi kebebasan oleh orang tuanya untuk memilih jurusan yang menjadi minat pemuda itu. Beberapa waktu berselang dan akhirnya pilihan jatuh ke jurusan teknik di suatu perguruan tinggi. Biaya operasional dan uang pangkal masuk kuliah sebagai mahasiswa baru dibayarkan oleh orang tua pemuda tersebut dengan harapan anaknya akan senang meraih cita-citanya di PT tersebut. Satu semester berjalan dengan baik, begitu juga dengan semester selanjutnya.
Suatu malam yang biasa saja, pemuda tersebut mengutarakan suatu hal kepada orang tuanya. Pemuda tersebut menyatakan bahwa sesungguhnya ia tidak sanggup melanjutkan kuliah di jurusan tersebut dan uang jajan yang diberikan oleh orang tua untuk menunjang kehidupan selama perkuliahan sering dihambur-hamburkan untuk bersenang-senang dengan teman kuliahnya, dan tak jarang ia absen dari kelas. Mendengar pernyataan pemuda itu sungguh membuat orang tuanya marah, sedih, dan kecewa. Akan tetapi di tengah perasaan hancur orang tua pemuda itu, mereka memberi kesempatan kepada anak tersebut untuk memperbaikinya dengan pindah kuliah dan jurusan  ke tempat dimana dirasakan pemuda tersebut sanggup untuk menjalaninya.
Babak kehidupan perkuliahan yang baru dimulai, meskipun sudah membuang satu tahun. Pemuda tersebut menjalani perkuliahan sebagai mahasiswa baru dan tentunya di tempat yang baru. Satu semester berjalan dengan baik, begitu juga dengan semester-semester selanjutnya. Akhirnya pemuda tersebut memasuki tahun keempat, tahun akhir masa perkuliahan. Orang tuanya mulai menanyakan rencana dan pengerjaan tugas akhir pemuda tersebut. Pemuda tersebut menjawab pertanyaan kedua orang tuanya dengan baik dan memastikan segala sesuatu berjalan dengan aman dan terkendali. Hari dan minggu berlalu dengan cepat dan orang tua pemuda tersebut terus mendesak secara positif agar pemuda itu segera menyelesaikan tugas akhirnya. Pemuda itu menyatakan bahwa ada hambatan mengambil tugas akhir karena pemuda tersebut masih memiliki kewajiban untuk menyelesaikan beberapa mata kuliah yang belum tuntas. Orang tua pemuda itu bersabar dan menunggu pemuda itu agar segera menyelesaikan mata kuliah yang belum tuntas dan melanjutkan ke tugas akhir. Hari-hari berlalu dengan baik.
Di suatu hari telepon di rumah berdering dan ibu segera mengangkat telepon itu. Penelepon adalah salah satu dosen di kampus pemuda itu. Dosen tersebut menyatakan bahwa selama ini pemuda itu jarang masuk kuliah, sering absen di setiap pertemuan kuliah. Hal tersebut, menurut aturan akademik perkuliahan, membuat pemuda itu tidak bisa melanjutkan perkuliahan. Berita itu membuat hati ibu hancur dan segera ibu membicarakan hal itu kepada ayah. Respon ayah tentu sama. Kedua orang tua pemuda itu marah,sedih, dan kecewa untuk kedua kalinya. Hati mereka hancur melihat anak yang dikasihinya kembali mengewakan mereka dengan melakukan kesalahan yang sama. Rumah hening dalam beberapa hari karena tidak ada lagi kata yang mampu mengungkapkan kesedihan orang tua pemuda tersebut.
Karena kasih kepada anaknya, orang tua tersebut kembali memikirkan cara untuk membuat pemuda itu sadar dan memperbaiki kelakuannya. Orang tua kembali memberikan kesempatan kepada sang pemuda untuk berkuliah di tempat yang baru dengan mencoba meninggalkan kekecewaan yang dirasakan.

Sejujurnya, pantaskah pemuda tersebut mendapat kesempatan?
Setelah mengecewakan kedua orang tua dengan tingkah lakunya yang berulang, seberapa pantas?
Mengapa orang tua tetap mau memberikan kesempatan itu?

KASIH orang tua kepada anaknya adalah hal yang terutama dan satu-satunya hal yang mendorong orang tua untuk kembali memberikan kesempatan kepada pemuda itu.
Dengan demikian nyatalah bahwa bukan pertanyaan “seberapa pantas?” yang membuat seseorang diberikan kesempatan, tetapi “seberapa besar?” kasih yang dimiliki seseorang untuk memberikan kesempatan kepada orang lain yang telah membuat hatinya hancur sekalipun. Selama manusia masih memiliki hati, sesungguhnya manusia dimampukan untuk memberi kesempatan.

“Setiap orang punya kesempatan kedua” membuat kalimat ini secara eksplisit menggambarkan bahwa kesempatan pertama dan terakhir hanyalah satu kali. Akan tetapi, rasanya pernyataan ini terlalu dangkal jika diartikan seperti itu. Alangkah lebih baik bila pengertian kalimat tersebut adalah mencoba menyatakan bahwa kesempatan masih ada, baik itu untuk yang kedua, ketiga, bahkan sampai keseribu.

Jika Tuhan saja memberikan hari esok kepada manusia sebagai kesempatan untuk memperbaiki, siapakah manusia yang tidak sanggup memberikan kesempatan kepada sesamanya? Itu semua bergantung dari kasih yang dimiliki. Seberapa besar?

Big love to give a chance and a chance to change

No comments:

Post a Comment