“Setiap
orang punya kesempatan kedua” adalah suatu frase yang sering kita lihat dan
dengar
Seberapa
pantaskah seseorang mendapat kesempatan kedua tersebut?
Dimulai
dengan kisah nyata seorang pemuda lulusan sekolah menengah atas (SMA) yang akan
melanjutkan jenjang pendidikan ke bangku perguruan tinggi (PT). Pemuda tersebut
diberi kebebasan oleh orang tuanya untuk memilih jurusan yang menjadi minat
pemuda itu. Beberapa waktu berselang dan akhirnya pilihan jatuh ke jurusan
teknik di suatu perguruan tinggi. Biaya operasional dan uang pangkal masuk
kuliah sebagai mahasiswa baru dibayarkan oleh orang tua pemuda tersebut dengan
harapan anaknya akan senang meraih cita-citanya di PT tersebut. Satu semester
berjalan dengan baik, begitu juga dengan semester selanjutnya.
Suatu
malam yang biasa saja, pemuda tersebut mengutarakan suatu hal kepada orang
tuanya. Pemuda tersebut menyatakan bahwa sesungguhnya ia tidak sanggup
melanjutkan kuliah di jurusan tersebut dan uang jajan yang diberikan oleh orang
tua untuk menunjang kehidupan selama perkuliahan sering dihambur-hamburkan
untuk bersenang-senang dengan teman kuliahnya, dan tak jarang ia absen dari
kelas. Mendengar pernyataan pemuda itu sungguh membuat orang tuanya marah,
sedih, dan kecewa. Akan tetapi di tengah perasaan hancur orang tua pemuda itu,
mereka memberi kesempatan kepada anak tersebut untuk memperbaikinya dengan
pindah kuliah dan jurusan ke tempat
dimana dirasakan pemuda tersebut sanggup untuk menjalaninya.
Babak
kehidupan perkuliahan yang baru dimulai, meskipun sudah membuang satu tahun.
Pemuda tersebut menjalani perkuliahan sebagai mahasiswa baru dan tentunya di
tempat yang baru. Satu semester berjalan dengan baik, begitu juga dengan
semester-semester selanjutnya. Akhirnya pemuda tersebut memasuki tahun keempat,
tahun akhir masa perkuliahan. Orang tuanya mulai menanyakan rencana dan
pengerjaan tugas akhir pemuda tersebut. Pemuda tersebut menjawab pertanyaan
kedua orang tuanya dengan baik dan memastikan segala sesuatu berjalan dengan
aman dan terkendali. Hari dan minggu berlalu dengan cepat dan orang tua pemuda
tersebut terus mendesak secara positif agar pemuda itu segera menyelesaikan
tugas akhirnya. Pemuda itu menyatakan bahwa ada hambatan mengambil tugas akhir karena
pemuda tersebut masih memiliki kewajiban untuk menyelesaikan beberapa mata
kuliah yang belum tuntas. Orang tua pemuda itu bersabar dan menunggu pemuda itu
agar segera menyelesaikan mata kuliah yang belum tuntas dan melanjutkan ke
tugas akhir. Hari-hari berlalu dengan baik.
Di
suatu hari telepon di rumah berdering dan ibu segera mengangkat telepon itu.
Penelepon adalah salah satu dosen di kampus pemuda itu. Dosen tersebut
menyatakan bahwa selama ini pemuda itu jarang masuk kuliah, sering absen di
setiap pertemuan kuliah. Hal tersebut, menurut aturan akademik perkuliahan,
membuat pemuda itu tidak bisa melanjutkan perkuliahan. Berita itu membuat hati
ibu hancur dan segera ibu membicarakan hal itu kepada ayah. Respon ayah tentu
sama. Kedua orang tua pemuda itu marah,sedih, dan kecewa untuk kedua kalinya.
Hati mereka hancur melihat anak yang dikasihinya kembali mengewakan mereka
dengan melakukan kesalahan yang sama. Rumah hening dalam beberapa hari karena
tidak ada lagi kata yang mampu mengungkapkan kesedihan orang tua pemuda
tersebut.
Karena
kasih kepada anaknya, orang tua tersebut kembali memikirkan cara untuk membuat
pemuda itu sadar dan memperbaiki kelakuannya. Orang tua kembali memberikan
kesempatan kepada sang pemuda untuk berkuliah di tempat yang baru dengan
mencoba meninggalkan kekecewaan yang dirasakan.
Sejujurnya,
pantaskah pemuda tersebut mendapat kesempatan?
Setelah
mengecewakan kedua orang tua dengan tingkah lakunya yang berulang, seberapa
pantas?
Mengapa
orang tua tetap mau memberikan kesempatan itu?
KASIH
orang tua kepada anaknya adalah hal yang terutama dan satu-satunya hal yang
mendorong orang tua untuk kembali memberikan kesempatan kepada pemuda itu.
Dengan
demikian nyatalah bahwa bukan pertanyaan “seberapa pantas?” yang membuat
seseorang diberikan kesempatan, tetapi “seberapa besar?” kasih yang dimiliki
seseorang untuk memberikan kesempatan kepada orang lain yang telah membuat
hatinya hancur sekalipun. Selama manusia masih memiliki hati, sesungguhnya
manusia dimampukan untuk memberi kesempatan.
“Setiap
orang punya kesempatan kedua” membuat kalimat ini secara eksplisit
menggambarkan bahwa kesempatan pertama dan terakhir hanyalah satu kali. Akan
tetapi, rasanya pernyataan ini terlalu dangkal jika diartikan seperti itu.
Alangkah lebih baik bila pengertian kalimat tersebut adalah mencoba menyatakan
bahwa kesempatan masih ada, baik itu untuk yang kedua, ketiga, bahkan sampai
keseribu.
Jika
Tuhan saja memberikan hari esok kepada manusia sebagai kesempatan untuk memperbaiki,
siapakah manusia yang tidak sanggup memberikan kesempatan kepada sesamanya? Itu
semua bergantung dari kasih yang dimiliki. Seberapa besar?
Big love to give a
chance and a chance to change